Sutan Iwan Soekri Munaf
Begitulah. Setiap senja aku selalu menunggu. Ditemani
secangkir teh dan membebaskan diri dari kejaran waktu. Di sini
tidak ada negosiasi — Boleh terjadi transaksi demi transaksi
mengoyak-ngoyak kehidupan. Biarkan di lapangan terjadi
Bukan di sini!
Begitulah. Setiap senja aku selalu menunggumu. Menatap
ke kolam kecil dengan riak air di beranda. Senyap
Kini segala topeng lepas. Kita bisa bicara
Apa saja. Tanpa tema tanpa paksa
Namun langkah belum juga sampai...
Begitulah. Ditemanimu —Makan siang— melupakan sangsai
karena melahap kesempatan yang datang menggoda
Kita duduk dan kau mengemil emping. Cuma mata
banyak berkata. Kita bukan siapa-siapa
Sebab hari tidak pernah akan kembali,
begitu kan? Menatapmu —Sambil mencuri-curi dari balik menu
seperti remaja cinta pertama mau bercumbu
Padahal kita manusia perkasa yang bisa menghitung
rugi-laba sampai ke masa datang
dan selalu tepat mengambil risiko. Berani
Begitukah? Secangkir teh semakin dingin. Langkahmu belum
terdengar. Ikan mas di kolam beranda sudah enggan menari
Aku masih menunggu. Menunggumu.
Cililitan Kecil, 25 Oktober 1994
Label: sajak, Sutan Iwan Soekri Munaf, syair, syair puisi
0 Comments:
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda